Sebait Senyum Untuk Nurusshaleh

Nurusshaleh…
Bagaimanakah engkau harus ku baca?
Dengan nurani saja?
Ataukah dengan logika tak sehat pula?

Nurusshaleh…
Dari sudut manakah engkau harus ku lihat?
Diantara cita-cita dan cinta?
Ataukah hanya dalam khayalan saja?

Nurusshaleh…
Namamu begitu bercahaya
Seterang rindu yang sudah ku persiapkan untukmu.
Tapi, di sekelilingmu burung-burung berkicau ria
Mendendangkan sesuatu
Yang tak pernah ku pinta dalam doa-doa panjangku.
sedangkan di atas altar sucimu
Masih tersisa amis darah para pahlawan tanpa jasa
Yang tertikam ego dan spekulasi yang tiada henti.
Potret buram mereka terpanpang menawan
Laksana lukisan-lukisan keabadian.

Aku gelisah Nurusshaleh… Aku resah…
Maka idzinkanlah aku untuk melihat wajahmu lebih dekat.
Biar ku taburi dirimu dengan wangi bunga seribu warna.
Agar burung-burung itu bungkam
Dan terpesona dengan keagunganmu.
Di atas mu akan ku nyalakan lampion-lampion kecil seindah pelangi,
Agar terlihat jelas wajah-wajah para hipokrit
Yang senantiasa menjilati warna asli mu,
Dan hanya bersembunyi di balik dzikir-dzikir murtadnya.

Nurusshaleh…
Ku haturkan maaf sedalam kalbu untuk mu.
Teruslah bersinar dalam jiwaku
Dan bila kau lelah
Rebahlah sejenak dalam imajinasiku,
Kan ku belai dirimu dengan senyuman terindahku.

(Bumi katol dalam Senandung kegelisahan)

Tidak ada komentar: