K E R U D U N G

Ku pandangi dan ku teliti sudah lima kerudung yang ku beli dari macam ragam jenis warna dan model, namun aku tak pernah memakainya kecuali hanyalah sedikit waktu saja. Ku ambil yang berwarna merah hati, karena warnanya adalah warna favoritku. Ku pakai kerudung itu dengan perasaan malas. Ku pandangi sebuah cermin didepanku, dengan penuh kagum aku berkata pada diriku sendiri, ”Wahai wajahku, sepertinya kamu lebih cantik ketika memakai kerudung, ibumu pasti senang kalau kau terus memakainya”

Ku otak atik fikiranku dan ku ingat mungkin sudah lebih dari tiga kali ibu menyarankan diriku untuk memakai kerudung, tapi dasar aku anak yang tergolong manja yang belum bisa mematuhi perintah orang tua disebabkan karena aku masih diracuni sebuah keraguan yang selalu mengintai fikiranku. Padahal di hari ulang tahunku yang ke-17 aku dihadiahi sebuah mobil yang cukup mewah dan berharga bagiku, namun…..!!! bila ku ingat-ingat sebuah majalah yang ku baca beberapa bulan yang lalu yang mana didalamnya menyatakan bahwasanya; kerudung hanyalah sebuah budaya dalam kehidupan orang-orang timur tengah{arab}, rasanya apa gunanya aku memakai kerudung?? bukankah itu hanyalah kebudayaan orang-orang arab ??!! Kring…… kring…… kring…….
Ku angkat gagang telepon yang menggugah imajinasiku, rasa-rasanya aku mengenal suara yang di diseberang sana itu, tidak salah lagi, dialah penelpon misterius itu. Spontan……, “ Hei……kamu lagi kamu lagi. Mo apa sich kamu nelpon kesini terus??!” Ku coba bertanya sama dia, agak tidak sopan sich sedikit. “ Hay…… pa kabar? Kamu tahu enggak, aku ini patner ibumu lho……?!” mendengar pengakuannya, darahku langsung naik turun, marah kayaknya. But aku berusaha untuk menguasai diri. Tenang… tenang……
“ Jadi, selama ini kamu hanya ingin bicara dengan ibuku?”
“ Tidak juga”, jawabnya dengan tenang.
“ Lalu untuk apa?”, tanyaku
“… …” Diam diam dan diam
“ Lalu untuk apa…?!” tanyaku lagi
“ Kamu jangan salah faham dulu, nyantai dulu kenapa sich? Emm…. Sebenernya aku ada perlu ma kamu. Kata ibumu, kamu perlu nasehat, he… he… he… sorry ”
Mendengar semua itu aku hanya membisu. ” Ibu, ternyata kau masih memperhatikan diriku, walaupun aku tak bisa memenuhi permintaanmu”, ku bergumam dalam hati.
“ Ooo…… gitu ya? So, sekarang mau kamu apa?”
“ Kalo boleh sich aku mo ketemu gitu ma kamu, bukannya apa-apa atau gimana-gimana sich, hanya biar kita lebih akrab aja. Oh iya ngomong-ngomong kapan ya kita bisa ketemu?”
“ Kapan ya……?? Kalo besok gimana? Soalnya besok aku nyantai, nggak ada tugas”, kataku
“ Boleh juga. oh iya, aku boleh pake` baju merah nggak?”
“ Jangan……!! Entar pertemuan kita jadi meriah he…3x. Sorry, Cuman bercanda, oke see you tomorrow.”

Kuitari semua sudut restoran berlantai dua itu dengan penuh teliti, tepat dimeja paling pojok kutemui seorang cowok tersenyum padaku. Ku beranikan diri melangkah menghampirinya, walau sekalipun aku belum pernah mengenalnya. Tapi aku yakin pasti dia orangnya. Dan sekarang aku benar-benar telah berdiri tepat didepannya, dia masih tetap tersenyum.
“ Pakabar?” ku membuka pembicaran dengan sok akrab, ya ampun…… dia masih saja tersenyum dan hanya menjawab pertanyanku dengan senyum kudanya itu.
“ Kenalkan, Inul Darahmuda” ku ulurkan tanganku padanya
“ Yuda, Yuda Darahtua, he…he… sorry bercanda. Silahkan duduk” dia membalas uluran tanganku sambil tak henti-hentinya tertawa. Dasar, emang apanya yang lucu?

Waktu itu aku hanya memakai pakaian millenium kata orang sekarang, yach bisa digolongkan dengan pakaian yang you can see gitcu. Mulai awal ku perhatikan dia selalu memandangi pakaianku dengan pandangan yang agak aneh. Aku tersinggung, lalu ku beranikan diri untuk menegornya,
“ Kamu kok ngelihatinnya kayak gitu sich? Kamu nggak suka ya? Ya, walaupun aku berpakian seperti ini aku masih muslimah yang ta`at lho……”, Glekk, apa aku salah bicara ya?
“ Tapi, bukankah seorang muslimah tidak diperbolehkan berpakaian seperti itu? Malah seorang muslimah wajib memakai kerudung”, jawabnya. “ kerudung?! Bukankah itu hanya sebuah budaya?” Bisikku dalam hati. Ku tarik nafas panjang tak lama kemudian kuhembuskan,
“ Tapi, bukankah kerudung itu hanyalah kebudayaan orang-orang arab?” kataku agak ragu
“ Jadi selama ini kau anggap bahwa kerudung hanyalah sebuah budaya?. Kalau memang begitu berarti pakaian itu kau anggap juga sebagai budaya orang-orang barat dong……?? Asyik juga ya kalo gitu?”
“ Yach begitulah kira-kira”, hanya itulah yang bisa ku jawab “ Tapi bagaimana menurutmu kalo yang menyatakan pendapat seperti itu adalah seorang pemimpin umat, kiai misalnya?” Imbuhku
“ Maksudmu yang menganggap bahwa kerudung hanyalah suatu budaya itu? Kalo menurutku sich, siapa saja yang menyatakan suatu pendapat yang memang jelas-jelas bertentangan dengan hukum Alloh, ya tetap tidak boleh diikuti. Bukankah hukum Alloh sudah jelas dalam kitabnya bahwa kerudung itu diwajibkan bagi setiap muslimah. Dan semua itu tidak bisa dirubah dengan wacana apapun. Mungkin inilah dampak negative orang terlalu banyak membaca, namun kitab dan sunnahnya ditinggalkan”.
“ Sudah ah, kayak siraman rohani aja!! Kalo bicara terus kapan makannya dong……?? Silahkan…!!” kataku mengalihkan pembicaraannya ketika aku merasa terpojokkan.
“ Yud makasih ya… kamu telah banyak memberikan keterangan atas semua keraguanku selama ini.”
Mulai saat ini aku berjanji akan memakai kerudung, aku yakin ibuku pasti senang dengan keputusanku ini. Yuda adalah sebaik-baiknya teman dalam diriku, karena teman yang baik adalah teman yang mengarahkan pada jalan kebaikan.


Self eL zarazy The Lerpace Child