KALAM TERDAHSYAT

Sungguh tak terbayangkan deti-detik melepas kepergiannya, meski tak akan selamanya, tapi waktu akan cukup ampuh untuk merampas segalanya; merampas jiwaku, jiwa yang terus berlari mengejarnya. Merampas mimpiku, mimpi yang berada di bawah kakinya dan juga merampas semangatku, semangat yang layu bahkan mati tanpa dirinya. Perpisahan, memuakkan sekali kata-kata itu membuatku ingin muntah, muntah darah. Memang tiada yang pandai untuk meramal hari esok, tapi andai saja sua setelah perpisahan adalah suatu kepastian, bukan keajaiban, hati yang rapuh ini tak kan terjamah oleh permainan badai-badai keraguan. Ragu akan kehadirannya kembali dan ragu intonasinya akan terevolusi oleh ganasnya waktu, karena terlalu aneh bagiku untuk selalu meyakinkannya agar aku tatap bertahta dalam singgahsana hatinya, aku ini siapa dibanding dia? Aku ini hanyalah seorang sudra yang ingin belajar dewasa dengan cinta. Aku pun tak tau; sekedar kasihan ataukah memang ada cinta di kedalaman hatinya? Tapi aku tak peduli karena aku sudah terlanjur cinta kepadanya.
“Ar…….. aku ini tidak pandai ber-acting dan aku juga tidak pandai membuat skenario, jadi janganlah kau anggap ini sebuah derama!! Karena aku tidak akan pernah mempermainkan kamu dan aku benar-benar mencintai mu. Percayalah!!” keluhnya waktu itu, saat aku berlagak seperti anak kecil dan meragukan ketulusannya. Dia terlihat sedikit kecewa karena mungkin sudah beribu duri tajam ku tancapkan di hatinnya –maafkanlah aku sayang.
Karenanya ku pupuk berjuta asa dimasa depan, ingin membangun gubuk kecil untuk kita berdua di kejauhan angan, walau disetiap ujungnya kan terselip dengan menyebut takdir Tuhan. Dialah yang terbaik bagiku dan senyumannyalah yang membuat darahku berdesir-desir syahdu. –Kawan, Aku tidak bisa mati tampa dirinya.
Menjelang hari pengumuman kelulusan dia datang menghampir ku. Dia datang dengan seribu teka-teki yang harus ku jawab tampa soal-soal. Aku tak bisa, aku awam. Terlihat awan-awan kelabu, lelap bersarang di wajah melancolisnya. Dia menatap ku dengan tatapan yang berbeda, tatapan yang tak pernah ku kenal sebelumnya “Sungguh, jangan tatap aku seperti itu. Jika tidak, aku akan menjadi debu di sini,” jerit hatiku menahan tiap burusan-burusan tatapannya. Wajahnya yang teduh, seteduh langit biru –bukan, bahkan lebih dari itu– terlihat berbeda kala itu, seakan ada berjuta ton pemberat di mata indahnnya itu. Semuanya memang terasa serba berbeda, langit pun terlihat berbeda dengan mendung-mendung pekatnya. Aku masih tak mengerti, ada apa dengan semua ini? Kala pertanyaan-pertanyaan bergelut mengecutkan senyum manisku –dialah yang bilang kalau senyumku manis– dia berkata serak dan sedikat tertahan dengan nada yang terdenngar serius, “Ar… kamu tau ga’? mungkin dalam waktu dekat ini aku harus pergi, pergi jauh mengejar mimpi.” DHEZZZZZZZZ………… beton-beton itu ia lontarkan menghujami diriku yang masih berdiri dengan tatapan kosong menganga. Aku pongah dengan kepala mendongah, mendung-mendung pekat menertawakan ku. Bumi seakan retak menelan dan mengubur ku serta mimpi-mimpiku di bawah kakinya. Inilah gempa terdahsyat yang pernah aku rasakan. Memang, bukan hanya satu-dua kali dia memadamkan lampu kesadaranku, tapi inilah yang terdahsyat. “Pergi jauh mengejar mimipi” inilah yang terdahsyat, mimpi itu sepertinya hanyalah mimpi buruk, mimpi yang membius mimpi-mimpi indahku menjadi tak berdaya, menjadi luruh dan memelas kepadanya, “Jangan tinggalkan aku, rangkullah aku, aku lemah tanpa mu, bawalah aku atau hancurkan aku jika kau memang tak peduli pada ku, selebur debu yang ada di bawah kakimu, dari pada sang waktu yang akan mencengkeram dan melumat-lumat perasaanku.”
Hatiku semakin sempit untuk berkilah, beku. Dadaku telah kehabisan argument untuk melawan kenyataan, yach kenyataan manis semanis empedu, kenyataan yang membuat ku tidak bisa membedakan antara pahit dan manis. Keraguan dan kecemasan teraduk-aduk di bawah sadarku yang semu. Aku lelah, sungguh inilah yang terdahsyat. “Kapas tertiup angin” itu ungkapan yang sepertinya sangat pantas untuk mengejek keadaanku waktu itu, kala kalam terdahsyat menghantam ulu hatiku.

Rohman eL zarazy
Lerpace, 22 desember ‘09

Tidak ada komentar: