SIZUKA, TERSENYUMLAH…!!!

“JikA kaU bErSeDih
SuDikaH kAu
mEmBagi kEseDiHaN iTu deNgAnQ?
Bila Kau GeLiSaH
MaUkaH Kau
MeNumPahKan keGeLisaHan iTu PadaQ?
DaN kEtiKa kAu mEnaNgiS
IDziKaN AirMaTamU TeRtAmPunG di HaTiQ”

Begitulah diantara sekian banyak sms Doraemon yang selalu ia kirimkan sekedar untuk menghibur hati Sizuka. Memang, sejak tiga bulan yang lalu, sejak Nobita pergi meninggalkan dia untuk selamanya, hatinya selalu diselubungi kabut-kabut duka berkepanjangan yang seakan tiada akhir. Ia begitu sock dan kaget atas kabar kematian Nobita disebabkan kanker otak yang dideritanya itu. Pada mulanya ia sangat menentang atas kabar itu. Karena menurutnya, tak sedikitpun Nobita mengeluh atau pun bercerita tentang penyakitnya itu. Namun akhirnya ia sadar dengan disertai linangan air matanya, saat dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa jasad sang kekasih tambatan hatinya sudah terbujur kaku tanpa ekspresi di depannya. Ia terisak, tersedu, dan … “Gak mungkin, gak mungkin, ya Alloh…… mengapa Engkau mengambilnya dariku? Mengapa, padahal Engkau Maha Tahu kalo aku sangat mencintai dia? Aku tak bisa hidup tanpanya……,” ratapnya sembari menutupkan kedua tangannya di mukanya, seakan tak rela. Hingga akhirnya dia pun luruh dalam pelukan ibunya, pingsan.
Sejak kejadian itu, Sizuka seakan tak bergairah lagi menjalani kehidupannya. Hari-harinya dilalui bagaikan palsu. Waktu-waktunya hanya dihabiskan dengan melamun. Ia terlihat begitu menderita, tak pernah sedikitpun ia beranjak sekedar untuk menepis ataupun melupakan penderitaanya. Saakan ia begitu akrab dan bersahabat dengan deritanya itu. Mungkin inginnya dia bisa larut dan menyatu dengan derita itu, hingga segala aktifitasnya pun terbengkalai. Seluruh keluarganya panik dan menghawatirkan keadaannya. Bermacam cara telah mereka lakukan untuk menghibur dan meyakinkan hatinya. Tapi gagal. Hingga akhirnya Doraemon, sahabat Nobita sekaligus teman akrabnya, merasa iba dan berkeinginan untuk menghiburnya.
Doraemon mencoba menghibur hati Sizuka. Mengajaknya tuk menertawakan kepedihan, menasehatinya agar mencela penderitaan, dan mengajarinya supaya mengingat-ingat kembali bagaimanakah cara tersenyum. Dia dengan sabar menulis sms untuk Sizuka, entah itu sms lucu atau pun nasehat, meski tak satu pun dari puluhan sms itu yang dibalasnya. Dia pun sering ke rumah Sizuka, sekedar untuk mengajaknya bicara agar ia tidak melamun terus-terusan atau kadang ia menghiburnya dengan cerita-cerita humornya. Doraemon sudah tidak asing lagi bagi keluarga Sizuka, bahkan orang tua Sizuka sering memanggilnya untuk membujuk sizuka, saat dia tidak mau makan. Mereka sangat bersyukur atas kehadiran Doraemon yang bisa membuat Sizuka sedikit berubah dari keterpurukannya.
Pada suatu hari. “Pak, gimana ya kalo kita menjodohkan Sizuka dengan Doraemon saja? Soalnya mama yakin kalo Doraemon pasti bisa membahagiakan dia,” kata mama Sizuka. “Kalo papa ikut gimana baiknya aja ma, Kayaknya sich mereka memang cocok,” jawab papanya. Dan setelah dimusyawarahkan dengan keluarga besar Doraemon, ternyata hal itu disambut baik oleh mereka. Akhirnya mereka sepakat untuk menjodohkan Sizuka dengan Doraemon dan mereka tinggal mencari waktu yang tepat untuk menentukan hari pertunangan mereka berdua.
Mendenar rencana pertunangan itu Sizuka sangatlah terkejut, terlebih-lebih Doraemon. Doraemon benar-benar kaget dan tak yakin atas rencana itu. “Gimana bisa seperti ini?” gumamnya. Karena dia menganggap bahwa segala perhatiannya selama ini terhadap Sizuka hanyalah sekedar perhatian seorang sahabat yang tengah prihatin melihat keadaan sahabatnya, tidak lebih. “Kamu mencintainya?” sungguh, dia benar-benar tidak bisa menjawab saat Jayen, sahabatnya, menanyakan seperti itu. “Lalu, apa kau menerima begitu saja rencana pejodohan itu jika kau tak mencintainya?” Tanya sahabatnya lagi. “Friend…… do’akan aku. Semoga Tuhan memberi jalan yang terbaik atas masalah ini. Tapi yang jelas, kalau ini memang yang terbaik buat Sizuka, apa pun akan ku lakukan demi kebahagiaannya dan juga demi sahabatku Nobita karena dia pernah memintaku untuk selalu menjaganya,” ungkap Doraemon datar, sedatar tatapannya yang lurus ke depan seakan menerawangi demensi alam tanpa batas. Begitu juga dengan Sizuka. Saat itu dia bagai terperangkap dalam badai kebimbangan. “Duhai Nobita kekasihku…… katakan padaku, apa yang harus aku lakukan? Aku harus bagaimana?” ia mengeluh dalam isakan panjangnya. Dia juga merasa tidak enak sama Doraemon karena sejak kejadian itu dia tidak pernah telpon, sms, apalagi mendatangi rumahnya lagi. Fikiran Sizuka kian terbebani dengan masalah itu hingga sedikit demi sedikit kondisinya kembali memburuk seperti saat ia kehilangan Nobita beberapa bulan yang lalu. Orang tuanya pun kembali bingung. Mereka mencoba menelpon Doraemon, tapi akhir-akhir ini nomornya tidak pernah aktif. Akhirnya, karena sekedar ingin menghibur hati Sizuka, mereka berencana mengajak Sizuka untuk bertamasya. Pada mulanya dia tidak mau. Tapi setelah dibujuk oleh mamanya akhirnya dia mau juga. Mereka juga mengajak Doraemon beserta keluarganya dalam kesempatan itu.
Hari itu. Saat mereka tengah asyik melihat-lihat beraneka macam bintang dalam kebun binatang itu. Tiba-tiba saja Rizuki, adik Sizuka, merenggek-renggek pada mamanya “Ma…… Rizuki pengen itu!!” renggeknya sambil menunjuk seorang pemuda bertopi dan menggendong ransel yang sedang asyik memotretkan kamera digitalnya pada aneka binatang di depannya. “Ga’ boleh…… !!” sahut mamanya. Tapi dia terus merenggek dan menyebut-nyebut kamera digital itu, hingga akhirnya terdengar oleh sang pemuda itu. Spontan saja dia menoleh sambil membuka topinya. “Adek pengen ini?” ungkapnya sambil menjulurkan kameranya pada Rizuki. Mereka tersentak kaget, semua tercengang, kaget melihat raut muka sang pemuda yang tengah tersenyum aneh di hadapan mereka. Mereka masih terdiam dibungkam ketidak percayaan, terutama Sizuka. Dia terpaku kekal di hadapan pemuda itu. Tanpa terasa airmatanya menetes dalam ketercengangannya. Dia benar-benar kaget, tak percaya, tak mungkin, ah…… “Kak Nobita…!! Kakak kemana aja sich sekalang kok ga’ pelnah main ke lumah? Kiki kan kangen,” sapa Rizuki sambil berhambur ke pelukan pemuda itu. “Nobita…??!” pemuda itu membatin sambil mengerutkan keningnya, heran. “Ee… iya… anu… kakak akhir-akhir ini sibuk banget, jadi ga’ bisa maen ke rumah adek,” jawabnya gugup sembari memeluk Rizuki. Sizuka semakin terpaku dalam kebisuannya, airmatanya kian tercucur, kakinya gemetar seakan ditopangi berjuta ton pemberat ditubuh indahnya itu. “Benarkah kau Nobita??” jerit batinnya. Doraemon pun masih bingung. Lidahnya kelu tak kuasa berkata meski sekedar tuk bertanya; siapa sebenarnya pemuda itu? “Tak mungkin dia Nobita,” dia mencoba meyakinkan hatinya karena dia sadar bahwa sahabatnya itu sudah meninggal dunia.
Pada mulanya pemuda itu merasa heran dan aneh melihat orang-orang di hadapannya yang kelihatannya sangat kaget melihatnya. Tapi entah kenapa setelah sedikit bercanda-canda dengan Rizuki ia sepertinya cuek-cuek saja kayak tidak ada masalah. Padahal, dia sudah melihat dengan jelas kalau orang-orang di depannya masih diselubungi kebingungan, terutama Sizuka yang masih saja menangis dalam kebisuannya. Tapi pemuda itu terus saja tersenyum tenang seakan tak mempedulikan mereka.“Emm…anu…ngomong-ngomong kamu……,”Doraemon membuka pembicaraan, tapi dia masih gugup. “Maksud kamu, siapa saya…?” sahut pemuda itu yang hanya dibalas dengan saling pandang oleh mereka sebagai tanda bahwa mereka masih tidak mengerti. Kemudian “Nich…… coba lihat!!” kata pemuda itu sambil memberikan sebuah foto yang diambil dari ranselnya. Mereka mengamati foto itu. Yang jelas foto itu adalah foto pemuda itu bersama seseorang yang sama persis dengannya, baik mukanya atau perawakannya, hanya rambut salah satu dari mereka agak panjang. “Itu adalah fotoku bersama kakakku,” ungkapnya. Mereka semakin bingung dan penasaran; siapa sebenarnya pemuda itu. “Oh iya…… perkenalkan, namaku Sunio, dan yang rambutnya agak panjang di foto itu adalah saudara kembarku. Dia adalah kakak yang baik, kami begitu dekat,” katanya datar, seakan memendam beban yang begitu besar di hatinya. “Tapi, lima tahun yang lalu kami broken home, kedua orang tua kami bercerai. Aku dipaksa untuk ikut bersama ayah ke luar kota sedangkan dia tetap tinggal bersama mama. Dia adalah kakak yang baik. Dia adalah kak Nobitaku,” imbuhnya. Semua tercengang mendengar cerita itu. Mereka saling pandang dan kemudian larut dalam perasaannya masing-masing. Ternyata Nobita memiliki saudara kembar. “Dan ketika kami mendengar kabar kalau kak Nobita telah meninggal, papa menyuruh ku tuk menemani mama karena mungkin dia sangat sedih dan kesepian,” Sunio melanjutkan ceritanya, tampaknya dia sangat bersedih. “Nak Sunio, kami juga sangat kehilangan atas kepergiannya. Semoga saja dia mendapatkan tempat yang layak di sisiNya,” kata papa Sizuka, berusaha menegarkan hati seseorang yang sebentar lagi akan menjadi tetangga barunya itu.
Sizuka sangat terkejut atas kejadian itu. “Betapa rumitnya tangan-tangan takdir mempermainkan skenario hidupku,” ia mengeluh. Bagaimana tidak, sudah sekian lama dia berusaha tuk memendam luka di kedalaman hatinya dan mengubur kenangan-kenagan silam antara dia dan Nobita. Tapi tiba-tiba saja luka itu kembali berdarah-darah dan bayang-bayang masa lalunya kembli datang menjelma ibarat monster yang menakutkan dan menggelisahkan hatinya. Dia memejamkan matanya mencoba tuk menyelami kedalaman hatinya. Sungguh, sejauh ini dia masih belum bisa memahami dan memaknai perasaannya sendiri. Dia seakan terjebak dalam perasaan-perasaan itu. Disatu sisi dia masih sangat mencintai Nobita dan tidak bisa melupakannya. Apalagi sejak dia bertemu dengan Sunio, dia merasa bahwa Sunio adalah sosok renkarnasi dari Nobita yang sengaja dikirim oleh Tuhan untuk menutupi lubang dalam hatinya. Tapi disisi yang lain dia tidak ingin menyakiti kedua orang tuanya yang sudah menjodohkannya dengan Doraemon. Orang tua Sizuka sebenarnya kini sudah sadar kalau putri tercinta mereka pada kenyataannya tidak bisa melupakan Nobita dan masih mencitainya, tapi mereka tidak bisa berbuat banyak karena mereka sudah terlanjur menjodohkannya dengan Doraemon. “Semoga saja Tuhan memberi kebahagiaan untuknya,” doa papanya sembari menghembuskan nafas beratnya. Doaremon pun kadang bertanya-tanya pada hatinya sendiri; “Mampukah aku membahagiakan Sizuka? Kalau pada kenyataannya dia tidak mencintaiku,” monolg hatinya.
Sizuka tersadar dari lamunan panjangnya kala HPnya tiba-tiba bordering. Dia terperanjat kaget saat melihat nama yang tertera di layar HP itu; “MY HEART” calling. Sudah tiga bulan lebih nomor itu tak menghubunginya. Rindu kembali menjajah hatinya. Tangannya terasa kaku, airmatanya kembali berderai, sungguh dia benar-benar tak kuasa mengangkat telepon itu. Aduhai… baru saja dia belajar untuk bangkit dan menatap ke depan serta tak ingin menoleh pada masa lalunya yang sudah membisu. Tapi entah kenapa kenangan itu kembali datang memanggil-manggilnya, mencabik-cabik perasaannya. Panggilan itu tak terjawab. Dia menghapus airmatanya saat satu pesan singkat (sms) hinggap di HPnya. Dia membacanya……
Dari; My Heart
AnDai Q pUnYa
sEGuDaNg kEbAhAgiAan
MaKa sEmUaNyA
kAn Q pErSeMbAhKaN
Hanx TeRuNtUk
2an Pu3 Sizuka.
By; 2an MuDa SuNio

Sms dari Sunio. Sunio sudah tau semuanya, mamanya sudah menceritakan semua tentang hubungan kakaknya dengan Sizuka. Dan setelah mambaca sms itu Sizuka akhirnya sadar, ternyata itu bukan Nobita tapi Sunio.“Nobita sudah mati,” dia membatin. Sekali lagi dia memejamkan matanya, kemudian mencoba membalas sms itu …
To; My Heart
JiKa kAu pUx sEgUdAnG
keBaHaGiaAn
IdziNkaN aQ meMinTanYa
SeGenGgAm sAjA.
SuDikAh KaU mEnGhAdiRi
pEsTa pErtUnAnGaNQ
MiNgGu DePaN?

Berat sebenarnya dia mengirim sms seperti itu, tapi dia harus tegar dan realistis demi meyaqinkan hatinya. Ternyata, bekas-bekas lara masih tersisa di hatinya.
Malam menjelma, menyisakan aura senja yang masih tersisa. Bintang gemintang sudah mulai mengerlingkan cahaya keindahannya. Entahlah, mengapa malam nampak begitu indah? Mungkin ia tak mengerti akan sebongkah kegelisahan yang kini tengah menyelimuti hati Sizuka. Sizuka masih mematung di depan kaca riasnya. Padahal, para undangan sudah mulai berdatangan menghadiri ruang tamunya. Sesekali dia menarik nafasnya dalam-dalam sambil terus memandangi potret dirinya dan mencoba berdialog dengannya “Sizuka, setegar apakah dirimu, hingga kau terus bersembunyi dalam selimut kemunafikan??” bisik hatinya. Tiba-tiba saja bayang Nobita kembali menyelinap ke dalam relung hatinya. Dia menghembuskan nafas beratnya dan berkata lirih seakan ingin membisiki bayangan itu, “Nobita… maafkan aku. Bukan maksudku tuk menghianati cintamu, tapi……”desahannya terputus. “Sizuka… sudah siap nak?” mamanya mengetuk pintu kamarnya. Dengan langkah gontai dia membuka pintu itu sembari mengusap sisa-sisa air matanya, masih kentara gurat-gurat kesedihan di raut wajahnya. “Sudah siap nak? Tamu-tamu sudah pada datang lo…,” ucap mamanya, terdengar jelas ada getar-getar keraguan dalam intonasinya. “Ma… doakan Sizuka ya,” Sizuka berhambur kepelukan mamanya. Pelukannya erat sekali, seakan ia ingin menumpahkan segala keluh kesahnya dalam pelukan itu. “Yang tegar ya sayang, semoga Tuhan selalu memberikan yang terbaik buat kamu,” bisik mamanya agak serak. “Kita keluar yuk, tamu-tamu di luar sudah penasaran lho pengen ngelihat putri mama yang cantik ini, tapi senyum dulu dong… biar kelihan lebih cantik,” bujuk mamanya sambil menghiburnya. Mereka melangkah menuju ruang tamu, semua orang memperhatikannya terutama keluarga besar Doraemon. Doraemon pun nampak tenang dengan seutas senyumnya yang kalem. Padahal sebelumnya dia sangatlah risau dengan pertunangan itu. Sesaat setelah itu, Sunio datang bersama mamanya yang kemudian disambut hangat oleh Doraemon. Dia tersenyum pada Sizuka seakan menggoda, tapi senyuman itu hanya dibalas dengan senyuman yang hambar seakan dipaksakan yang mengandung arti; Save My Soul. Sebentar lagi acara pertukaran cincin akan dilaksanakan. Tapi… “Para hadirin semua yang saya hormati. Terima kasih kami ucapkan kepada kalian semua Karena telah sudi menghadiri undangan kami,” Doraemon menyapa para undangan disertai senyum lebarnya. Semua mata tertuju padanya dan mendengarkan ucapannya. “Sebelum pertunangan ini dilakukan, saya ingin mengatakan satu hal yang mungkin tidak pernah kalian duga sebelumnya,” lanjut Doraemon. “Nobita adalah sahabat baikku. Kami sangat akrab, hingga aku dapat merasakan segala apa yang menjadi masalahnya, termasuk masalah cintanya dengan Sizuka dulu,” Doraemon memulai ceritanya. “Dia begitu menyayangi Sizuka dan tidak ingin mengecewakannya. Tapi dia merasa putus asa kala kanker otak divoniskan padanya hingga tak memberi kesempatan padanya tuk bernafas lebih lama lagi,” Doraemon menarik nafasnya dalam-dalam. Semua terdiam mendengar ceritanya. “Dan sebelum dia meninggal, dia pernah berpesan agar aku bisa menjaga Sizuka. Sizuka juga sahabatku. Aku pun ingin melihatnya bahagia dan ingin menjadi pelipur atas segala laranya karena aku sudah menganggapnya sebagai adikku sendiri. Sebenarnya dari dulu aku sudah ragu, aku takut tidak bisa melaksanakan amanah sahabatku Nobita, aku takut tidak bisa menjadi sahabat yang baik buat Sizuka, namun aku selalu berusaha tuk membahagiakannya serta ingin menjadi bagian dari kegelisahan dan airmatanya. Tapi kini aku sudah tenang, karena sekarang sudah ada seseorang yang mungkin lebih pantas untuk menjaganya. Aku yakin dia pasti bisa membahagiakan Sizuka. Dia adalah sahabatku Sunio yang tak lain adalah adik kembar Nobita sendiri,” Doraemon tersenyum yakin sambil menepuk-nepuk pundak sahabat barunya itu. Sunio pun tanpak tenang, seakan sudah ada rencana sebelumnya. Memang, sejak pertemuan di kebun binatang itu, Sunio sudah ada rasa simpati pada Sizuka. Tapi dia hanya mencari waktu yang tepat aja untuk mengungkapkannya .Semua orang tampak saling pandang satu sama lain kemudian melemparkan pandangannya pada Sunio. Doraemon menatap kedua orang tuanya seakan meminta persetujuan. Akhirnya mereka menganggukkan kepala dengan disertai senyuman yang meyakinkan. “Jadi ku harap, malam yang indah ini bukanlah malam pertunangan antara aku dengan Sizuka, melainkan pertunangan antara Sizuka dengan sahabatku Sunio,” ucap Doraemon memutuskan. Sizuka tertunduk diam. Butir-butir air mata kembali menetes di pipinya. Dia bingung apa yang harus ia lakukan. Dia gemetar. Dia ingin ingin berontak dan lari dari acara itu, tapi kala matanya beradu dengan tatapan Sunio, jiwanya seakan luluh lanta tak berdaya. Sunio menghampirinya. “Tuan putri Sizuka, tersenyumlah…… !! dan idzinkan aku tuk buktikan padamu bahwa aku mampu tuk membahagiakanmu. Wahai tuan putriku…… sudikah kau menerima cintaku?” ucapnya romantis sambil mempersembahkan sebuah cincin kepada Sizuka. Sekali lagi Sizuka menatap lekat tatapan Sunio, seseorang yang kini menabur berjuta harapan untuknya, dia melihat bayang-bayang Nobita tengah tersenyum manis padanya dalam tatapan bening Sunio, tatapan yang sudah lama sangat ia rindukan. Tanpa terasa dia menjulurkan jarinya untuk di pakaikan cincin itu. Dia tersenyum di sela-sela derai airmatanya. Aduhai, senyumnya tak lagi hambar, bahkan sangatlah manis, semanis senyumnya pada Nobita, dulu.
Pakong, 31 Oktober 2009

Tidak ada komentar: